KICAU BURUNG : Burung anis kembang pernah menjadi raja kicauan di akhir dekade 1990-an, sebelum akhirnya digeser anis merah, lantas digeser lagi oleh murai batu, lovebird, dan kenari. Belakangan ini popularitasnya kembali meningkat, seiring dengan makin banyaknya penangkar anis kembang. Salah satu penyebab pudarnya pamor AK di masa lalu adalah sulit menampilkannya di arena lomba. Sebab waktu itu, hampir semua AK didominasi burung hasil tangkapan hutan. Kini terbukti, memelihara anis kembang hasil breeding / penangkaran jauh lebih nyaman dan menguntungkan daripada AK hasil tangkapan hutan.
Anis kembang cenderung lebih cepat berbunyi jika didapatkan dari hasil penangkaran dan bukan hasil tangkapan hutan
Anis kembang hasil breeding lebih cepat bunyi daripada tangkapan hutan.
—-
Artikel ini ditulis untuk dua tujuan. Pertama, untuk menyadarkan para pemburu anis kembang muda hutan, yang masih saja beranggapan kalau burung dari hutan selalu lebih bagus daripada hasil breeding. Mereka rela mengeluarkan uangnya untuk membeli burung yang belum tentu jenis kelaminnya, masih liar, harus mengajari makan voer, dan berbagai keribetan lain.
Padahal anis kembang (juga anis merah) hasil tangkapan hutan memiliki kelemahan, terutama ketidakstabilan karakternya. Burung yang sudah rajin bunyi pun sering gagal nampil ketika dibawa ke lapangan. Ini yang membuat pamor anis kembang sempat memudar hingga satu dekade.
Maaf menyela: Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis... Dapatkan Aplikasi Omkicau untuk Android di Google Play Dapatkan Aplikasi Omkicau untuk iPhone di App Store
Bahkan, tidak sedikit AK mania yang mengeluh burung hasil tangkapan hutan sulit dijinakkan, dan jarang mau bunyi. Kalau dicermati, burung dari jenis punglor seperti anis kembang dan anis merah memang memiliki tingkat stres yang tinggi. Apalagi jika burung dalam kondisi muda hutan atau dewasa hutan. Jika itu terjadi, maka kecil kemungkinan burung tersebut akan mau berbunyi.
Merawat burung anis, jika didapatkan dalam kondisi bakalan terlebih hasil tangkapan hutan yang masih liar, memang butuh waktu dan beberapa kondisi tertentu agar mau berbunyi. Mislnya harus sudah jinak, sudah beradaptasi dengan lingkungan sangkar, serta lingkungan rumah termasuk pemilik dan anggota keluarganya.
Burung-burung dari keluarga punglor biasanya baru mau berceloteh jika sudah merasa dekat dengan pemilik atau perawat. Interaksi ini tercipta melalui pemberian pakan, memandikan, dan menjemur. Namun dalam interaksi tersebut, terkadang ada beberapa individu yang terlalu manja, sehingga muncul istilah ngeboss, atau pada cendet disebut miyik.
Karena itu, untuk membuat anis kembang tangkapan hutan mau berbunyi, dibutuhkan tahap-tahap prakondisi agar burung mau berbunyi dengan lantang (ngeplong). Selain itu, dibutuhkan waktu cukup lama pula agar AK bukan mau berkicau saja, tetapi juga mampu ngerol. Kondisi ini berbeda dari AK hasil breeding dan dipelihara sejak trotolan.
Karena itulah, sebaiknya kita budayakan memelihara burung hasil breeding. Selain mudah dalam perawatannya, juga turut membantu kelestarian plasma nutfah asli Indonesia.
Selain alasan di atas, membeli AK bakalan hutan juga bukan jaminan burung bisa ngerol sebagaimana anis kembang pada umumnya. Banyak yang memperoleh hasil, gaconya hanya ngeplong pada waktu-waktu tertentu, misalnya tengah malam, atau pagi hari saja. Selebihnya, burung hanya menampilkan suara ngeriwik meski sudah dipelihara berbulan-bulan dan tak mau sekalipun bersuara lantang apalagi mengeluarkan suara ngerolnya.
Burung berjenis kelamin jantan
Burung dalam kondisi sudah jinak
Burung sudah beradaptasi dengan sangkar, lingkungan sekitar, dan pemilik / perawatnya.
Burung sehat dan cepat mapan.
Keempat kondisi itulah yang terpenuhi pada sebagian besar burung hasil penangkaran. Adapun pada AK hasil tangkapan, jenis kelamin masih gambling, kondisi jinak harus diupayakan dan belum tentu berhasil, dan adaptasi membutuhkan waktu sangat lama.
Anis kembang cenderung lebih cepat berbunyi jika didapatkan dari hasil penangkaran dan bukan hasil tangkapan hutan
Anis kembang hasil breeding lebih cepat bunyi daripada tangkapan hutan.
—-
Artikel ini ditulis untuk dua tujuan. Pertama, untuk menyadarkan para pemburu anis kembang muda hutan, yang masih saja beranggapan kalau burung dari hutan selalu lebih bagus daripada hasil breeding. Mereka rela mengeluarkan uangnya untuk membeli burung yang belum tentu jenis kelaminnya, masih liar, harus mengajari makan voer, dan berbagai keribetan lain.
Padahal anis kembang (juga anis merah) hasil tangkapan hutan memiliki kelemahan, terutama ketidakstabilan karakternya. Burung yang sudah rajin bunyi pun sering gagal nampil ketika dibawa ke lapangan. Ini yang membuat pamor anis kembang sempat memudar hingga satu dekade.
Maaf menyela: Dapatkan aplikasi Omkicau.com Gratis... Dapatkan Aplikasi Omkicau untuk Android di Google Play Dapatkan Aplikasi Omkicau untuk iPhone di App Store
Bahkan, tidak sedikit AK mania yang mengeluh burung hasil tangkapan hutan sulit dijinakkan, dan jarang mau bunyi. Kalau dicermati, burung dari jenis punglor seperti anis kembang dan anis merah memang memiliki tingkat stres yang tinggi. Apalagi jika burung dalam kondisi muda hutan atau dewasa hutan. Jika itu terjadi, maka kecil kemungkinan burung tersebut akan mau berbunyi.
Merawat burung anis, jika didapatkan dalam kondisi bakalan terlebih hasil tangkapan hutan yang masih liar, memang butuh waktu dan beberapa kondisi tertentu agar mau berbunyi. Mislnya harus sudah jinak, sudah beradaptasi dengan lingkungan sangkar, serta lingkungan rumah termasuk pemilik dan anggota keluarganya.
Burung-burung dari keluarga punglor biasanya baru mau berceloteh jika sudah merasa dekat dengan pemilik atau perawat. Interaksi ini tercipta melalui pemberian pakan, memandikan, dan menjemur. Namun dalam interaksi tersebut, terkadang ada beberapa individu yang terlalu manja, sehingga muncul istilah ngeboss, atau pada cendet disebut miyik.
Karena itu, untuk membuat anis kembang tangkapan hutan mau berbunyi, dibutuhkan tahap-tahap prakondisi agar burung mau berbunyi dengan lantang (ngeplong). Selain itu, dibutuhkan waktu cukup lama pula agar AK bukan mau berkicau saja, tetapi juga mampu ngerol. Kondisi ini berbeda dari AK hasil breeding dan dipelihara sejak trotolan.
Karena itulah, sebaiknya kita budayakan memelihara burung hasil breeding. Selain mudah dalam perawatannya, juga turut membantu kelestarian plasma nutfah asli Indonesia.
Selain alasan di atas, membeli AK bakalan hutan juga bukan jaminan burung bisa ngerol sebagaimana anis kembang pada umumnya. Banyak yang memperoleh hasil, gaconya hanya ngeplong pada waktu-waktu tertentu, misalnya tengah malam, atau pagi hari saja. Selebihnya, burung hanya menampilkan suara ngeriwik meski sudah dipelihara berbulan-bulan dan tak mau sekalipun bersuara lantang apalagi mengeluarkan suara ngerolnya.
Punglor Mabung: Rawatan Tepat Sebelum Macet Bunyi
Anis kembang yang punya prospek ngerol dan rajin berkicau harus memenuhi beberapa syarat berikut ini :Burung berjenis kelamin jantan
Burung dalam kondisi sudah jinak
Burung sudah beradaptasi dengan sangkar, lingkungan sekitar, dan pemilik / perawatnya.
Burung sehat dan cepat mapan.
Keempat kondisi itulah yang terpenuhi pada sebagian besar burung hasil penangkaran. Adapun pada AK hasil tangkapan, jenis kelamin masih gambling, kondisi jinak harus diupayakan dan belum tentu berhasil, dan adaptasi membutuhkan waktu sangat lama.
Post A Comment:
0 comments: